Friday, July 12, 2013

Riung Gunung 
                           - Co Design Workshop -





Co design workshop adalah kegiatan kedua di mana anak-anak peserta Summer Camp Riung Gunung diajak untuk berpikir kreatif dan visioner dalam menanggapi keadaan kota yang telah mereka jelajahi. Kegiatan ini dilakukan di Selasar Sunaryo Art Space. Merumuskan Kota Bandung impian yang ideal di tahun 2035 tentunya bukan perkara mudah, apalagi jika yang harus melakukannya adalah anak-anak. Proses sensitication yang telah mereka lakukan selama tiga hari berpetualang merupakan bekal utama dalam proses workshop. Output yang diharapkan adalah karya berupa rancangan design bangunan, tata letak elemen perkotaan, ataupun sistem penunjang kehidupan. Yaaaa . . . tentunya dalam konteks ala anak-anak. 


Professor Plano dan Anak-anak
Foto: Selasar Sunaryo Art Space

Kelompok Penjelajah Gunung mendapat bagian untuk mendesign daerah Tegal Lega. Awalnya dilakukan review terlebih dahulu dari kegiatan city adventure. Anak-anak diajak untuk mengkritisi elemen perkotaan yang ada, yaitu dengan memberikan pendapat tentang "Apa yang menyenangkan" dengan "Apa yang tidak menyenangkan" dari setiap elemen kota. Tahapan selanjutnya adalah anak-anak di beri beberapa kartu yang berisi permasalahan kota, contohnya seperti masalah banjir dan semakin berkurangnya RTH. Mereka kemudian di ajak untuk memberikan solusi di setiap masalah, yang nantinya harus diaplikasikan pada setiap elemen kota. Tahapan ketiga adalah  mendesign penempatan dan ukuran wilayah elemen kota yang akan mereka bangun dengan menggunakan bubble beragam ukuran dan warna.

Jadi pada akhirnya, setiap anak akan bebas merancang satu jenis elemen kota yang telah di design untuk menjadi solusi dari permasalahan tertentu. Misalnya saja Aliyah mendesign rumah pohon yang dapat dijadikan sebagai tempat beristirahat bagi para pengguna jalan. Rencana mengenai ukuran dan penempatan lokasi rumah pohon tersebut direpresentasikan dengan cara menempelkan bubble di setiap persimpangan jalan. Keren kaan ?!?!

Penjelajah Gunung melakukan review city adventure
Foto: Selasar Sunaryo Art Space

Penjelajah Gunung mendiskusikan kartu masalah
Foto: Selasar Sunaryo Art Space

Naila dan Aliyah menempatkan bubble rancangan di wilayah Tegal lega.
Foto: Selasar Sunaryo Art Space

Bekerja sama dengan anak-anak itu efek kejutannya luaaaaaaaaaaaarr angkasa! Mereka sangat mudah sekali merasa bosan dan bila itu terjadi, maka setiap anak akan merespon secara berbeda-beda. Foto-foto di atas pasti memperlihatkan suasana yang menyenangkan dan aman terkendali  bukan? Setiap anak nampak asik berdiskusi dan bisa bekerja sama membangun kota impian. Namun pada kenyataannya?? God... It was chaos!  Trully chaos !

Anak-anak ternyata tidak bisa jika harus berdiam diri di satu ruangan saja dan mengerjakan suatu hal secara kontinue selama seharian penuh. Se-sederhana dan se-atraktif apapun metode workshop dan penyampaian materi sudah di design, tetap saja naluri alamiah mereka adalah bermain. Workshop hanya dapat bertahan baik hingga tahapan pertama saja, selanjutnya? Hanya 3 anak yang masih fokus dan sisanya sudah berlari-lari liar!!!! 


Titik genting terjadi saat Apeng mengajak Aidan yang berlarian supaya kembali ke lingkaran kelompok dan fokus. Namun setelah Aidan kembali duduk dalam kelompok sambil di rengkuh Apeng, Ia malah menaiki Apeng dari belakang, berontak, dan menggigit tangan Apeng. Saat Apeng berteriak kaget dan kesakitan, sepersekian detik pula play tutor lain memanggil nama saya, karena Aini ternyata membuat kegaduhan di kelompok lain. Arrrrrgghhhhhhh !!!!!!!! Freakin' Out of Control !!!!!

Sesungguhnya goal dari workshop hari pertama adalah setiap anak sudah mulai membuat fasad sederhana setiap bangunan, dengan target 15 bangunan untuk setiap kelompok. Namun, kondisi yang sudah tidak terkendali membuat play tutor di setiap kelompok angkat tangan. Saat acara evaluasi workshop hari pertama, saya dan Apeng merasa sangat "tidak kompeten" sebagai play tutor karena tidak bisa menghandle kelompok dengan baik. Kelompok kami masih jauh sekali dari target. Hemmphh... sedih sekali rasanya. Rapat evaluasi akhirnya menghasilkan kebijakan berupa perubahan run down 
workshop untuk hari kedua serta adanya inisiasi berupa fasilitator diskusi ke setiap kelompok.

Sepulangnya dari evaluasi 
workshop hari pertama, kami bahkan masih melakukan diskusi privat dengan Mba' Dan. Ia adalah seorang praktisi pendidikan yang jam terbangnya sudah tak perlu diragukan lagi. Saya dan Apeng menyadari bahwa beban yang kami rasakan sebenarnya berasal dari rasa ekspektasi. Tidak munafik, masing-masing dari kami tentunya sudah berekspektasi dengan output karya yang akan dihasilkan oleh anak-anak. Namun saat menghadapi mereka yang tidak kooperatif maka semua menjadi runyam dan membakar habis segala bentuk ekspektasi di dalam kepala. Kami akhirnya di bantu membuat langkah-langkah penanganan khusus bagi beberapa anak yang tidak bisa kooperatif dalam kelompok. Ribuan ucapan terima kasih nampaknya tidak cukup untuk menggambarkan betapa terbantunya kami. I just crossed my fingers for the next workshop. Rasanya semua cara sudah saya lakukan, tapi tentu saja mood anak-anak itu tidak dapat di prediksi. Apeng berulang-ulang menyuntikan mantra semangat, "Stay positif! Stay positif!". Thanks God... I had him as my team mate.

And.... Yes! A miracle does exist! W
orkshop hari kedua dapat berjalan dengan baik !!! 

Sebelum acara dimulai, saya mengajak setiap anak yang "spesial" untuk melakukan pembicaraan personal terkait dengan komitmen mereka untuk berkegiatan. Hal tersebut membuahkan hasil yang positif. Para Penjelajah Gunung bisa kembali kompak dan semangat!! Yeaaaaayyy !!!! Fasad bangunan pun dapat di buat dengan menyenangkan. Haaaaaah... rasanya sangat senang sekali !!!!!!

Anak-anak pun di beri hadiah spesial oleh Sang Hyang Riung Gunung, yaitu ...
Menginap di Desa Kaki Langit!





Waaah... apa itu desa kaki langit ?
Tunggu episode terakhir Riung Gunung yaaa!






with  hug,
Indah Budi Utari

No comments:

Post a Comment